BEHAVIOUR BASED SAFETY (BBS)

BEHAVIOUR BASED SAFETY (BBS)

Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak diharapkan oleh semua orang karena dapat menimbulkan berbagai kerugian mulai dari kerugian materi hingga kematian. Pada umumnya kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu, perilaku tidak aman dan  kondisi tidak aman. Data statistik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 85% dari kecelakaan pada proyek konstruksi disebabkan karena perilaku yang tidak aman (unsafe acts) dan 15% dari kecelakaan proyek konstruksi disebabkan oleh kondisi yang tidak aman (unsafe conditions).

Salah satu perilaku tidak aman adalah mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi seperti: tidak menggunakan alat pelindung diri, tidak mengikuti standar operasional prosedur kerja, atau tidak memperhatikan rambu-rambu bahaya. Tindakan tidak aman yang dilakukan pekerja tersebut dapat semakin meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Perilaku yang tidak aman yang dilakukan oleh tenaga kerja disebabkan karena kurangnya kesadaran pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Untuk meningkatkan kesadaran pekerja mengenai K3, perlu ditanamkan adanya budaya keselamatan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penerapan budaya keselamatan adalah Behaviour Based Safety (BBS). Behaviour Based Safety (BBS) adalah proses pendekatan untuk meningkatkan keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan dengan jalan mendorong sekelompok pekerja untuk:

  • Mengidentifikasi perilaku yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
  • Mengumpulkan data kelompok pekerja.
  • Memberikan feedback dua arah mengenai perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
  • Mengurangi atau meniadakan hambatan sistem untuk perkembangan lebih lanjut.

 

Menurut Cooper (1999) mengidentifikasi adanya tujuh kriteria yang sangat penting bagi pelaksanaan program behavioural safety, yaitu antara lain :

  1. Melibatkan partisipasi karyawan yang bersangkutan

Dalam menerapkan Behaviour Based Safety (BBS) harus melibatkan seluruh pekerja dalam safety management. Behavioural safety mengatasi hal ini dengan menerapkan sistem bottom-up, sehingga individu yang berpengalaman dibidangnya terlibat langsung dalam mengidentifikasi unsafe behaviour. Dengan keterlibatan workforce secara menyeluruh dan adanya komitmen, ownership seluruh pekerja terhadap program safety maka proses improvement akan berjalan dengan baik.

  1. Memusatkan perhatian pada perilaku tidak aman yang spesifik

Memfokuskan pada unsafe behaviour (sampai pada proporsi yang terkecil) yang menjadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan artinya menghilangkan sejarah kecelakaan kerja yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Memberi reward tertentu pada individu yang mengidentifikasi unsafe behaviour, mengidentifikasikan kekurangan sistem manajemen yang berhubungan agar cepat ditangani sehingga tidak lagi memicu terjadinya unsafe behaviour.

  1. Didasarkan pada data hasil observasi

Observer memonitor safety behaviour pada kelompok mereka dalam waktu tertentu. Makin banyak observasi makin reliabel data tersebut, dan safety behaviour akan meningkat.

  1. Proses pembuatan keputusan berdasarkan data

Hasil observasi atas perilaku kerja dirangkum dalam data prosentase jumlah safety behaviour. Berdasarkan data tersebut bisa dilihat letak hambatan yang dihadapi. Data ini menjadi umpan balik yang bisa menjadi reinforcement positif bagi karyawan yang telah berperilaku safe, selain itu bisa juga menjadi dasar untuk mengoreksi unsafe behaviour yang sulit dihilangkan.

  1. Melibatkan intervensi secara sistematis dan observasional

Keunikan sistem behavioural safety adalah adanya jadwal intervensi yang terencana. Dimulai dengan briefing pada seluruh departemen atau lingkungan kerja yang dilibatkan, karyawan diminta untuk menjadi relawan yang bertugas sebagai observer yang tergabung dalam sebuah project team. Observer ditraining agar dapat menjalankan tugas mereka. kemudian mengidentifikasi unsafe behaviour yang diletakkan dalam checklist. Daftar ini ditunjukkan pada para pekerja untuk mendapat persetujuan. Setelah disetujui, observer melakukan observasi pada periode waktu tertentu, untuk menentukan baseline. Setelah itu barulah program interverensi dilakukan dengan menentukan goal setting yang dilakukan oleh karyawan sendiri. Observer terus melakukan observasi. Data hasil observasi kemudian dianalisis untuk mendapatkan feedback bagi para karyawan. Team project juga bertugas memonitor data secara berkala, sehingga perbaikan dan koreksi terhadap program dapat terus dilakukan.

  1. Menitikberatkan pada umpan balik terhadap perilaku kerja

Dalam sistem behavioural safety, umpan balik dapat berbentuk seperti : umpan balik verbal yang langsung diberikan pada karyawan sewaktu observasi; umpan balik dalam bentuk data (grafik) yang ditempatkan dalam tempat-tempat yang strategis dalam lingkungan kerja; dan umpan balik berupa briefing dalam periode tertentu dimana data hasil observasi dianalis untuk mendapatkan umpan balik yang mendetail tantang perilaku yang spesifik.

  1. Membutuhkan dukungan dari manager

Komitmen manajemen terhadap proses behavioural safety biasanya ditunjukkan dengan memberi keleluasaan pada observer dalam menjalankan tugasnya, memberikan penghargaan yang melakukan safety behaviour, menyediakan sarana dan bantuan bagi tindakan yang harus segera dilakukan, membantu menyusun dan menjalankan umpan balik, dan meningkatkan inisiatif untuk melakukan safety behaviour dalam setiap kesempatan. Dukungan dari manajemen sangat penting karena kegagalan dalam penerapan behavioural safety biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan dan komitmen dari manajemen.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LinkedIn
LinkedIn
Share
WhatsApp