Lean Construction sebagai Penyelamat Kegagalan Industri Konstruksi di Indonesia

Dunia konstruksi di Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Terdapat sekitar 69 proyek infrastruktur strategis ditargetkan selesai dalam waktu 2016 hingga 2019. Rencana pembangunan cepat ini tujuannya tentu tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kesejahteraan masyarakat.

Semangat pembangunan ini patut untuk diapreasiasi. Namun apakah sistem konstruksi dalam negeri telah siap dengan pembangunan besar-besaran dalam waktu singkat sebut saja lima tahun kedepan? Meski telah dilakukan perencanaan yang matang, tapi tetap saja terdapat beberapa proyek yang mangkrak dan mengalami kendala.

Data rilis Kementrian Perhubungan 2018 menyebutkan terdapat 33 proyek pelabuhan yang mangkrak dan belum dapat terealisasi. Proyek ini terdiri dari 12 proyek di Kalimantan, 10 proyek di Sumatera, dua di Jawasatu di Sulawesi, tiga di Nusa Tenggara Timur, empat di Maluku dan satu di Papua. Total nilai proyek mencapai Rp 2,8 triliun.

Data ini membuktikan bahwa ada permasalahan turun temurun yang telah terjadi cukup lama di industri konstruksi Tanah Air. Salah satunya yang hampir selalu tidak bisa dihindari adalah kemunduran pelaksanaan proyek dari yang telah direncanakan. Ketidaksesuaian rencana dan eksekusi menjadi kendala utama yang sulit untuk dihilangkan dari industri konstruksi saat ini termasuk di Indonesia.

Terkesan sepele, namun dampak yang ditimbulkan dari kemunduran jadwal pekerjaan ini dapat memicu permasalahan baru mulai dari penambahan waktu kerja, penumpukan pekerjaan hingga pada pemborosan dana yang tidak sesuai dengan anggaran awal. Sehingga diperlukan terobosan baru yang efektif dan efesien untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satunya adalah melakukan perencanaan berbasis sistem lean.

Perencanaan konstruksi dengan sistem Lean Construction telah banyak diterapkan dibeberapa proyek besar di Eropa dan Amerika Serikat. Misalnya di proyek Pacific Contracting di San Fransisco yang dilakukan oleh kontraktor spesialis cladding dan atap untuk peningkatan pergantian tahunan dengan 20 % dalam 18 bulan dengan orang yang sama. Penerapan ini berhasil membuat waktu pekerjaan menjadi lebih cepat dalam waktu 15 bulan dan penghematan anggaran hingga 8%.

Sistem kerja Lean Construction pertama-tama, melakukan identifikasi keuntungan dari sisi pelanggan. Sistem lean construction akan mempertemukan setiap stakeholders yang terlibat dalam proyek konstruksi secara umum maupun khusus. Seperti pemilik proyek, arsitek, engineer, kontraktor umum, subkontraktor dan vendor. Tidak sekedar melakukan pekerjaan masing-masing, namun lean construction akan mengatur kolaborasi setiap pihak sehingga dapat memberikan saran untuk efisiensi pekerjaan.

Kedua, Minimalisir waste. Waste yang dimaksudkan disini adalah segala hal yang dapat dianggap mengganggu jalannya proses konstruksi. Dari pemilihan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan keahlian, ketidaktepatan spesifikasi desain dan material, kelebihan pengadaan barang atau pekerjaan, penempatan peralatan yang tidak teratur hingga pada pergerakan yang dianggap tidak perlu. Lean construction akan mengurangi segala waste tersebut sehingga akan membuat pekerjaan menjadi lebih cepat dan efisien yang pada akhirnya mengacu pada penghematan anggaran. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak segera mengubah budaya kerja konstruksi dalam negeri dengan segera menerapkan lean construction.

Penerapan lean construction akan mampu memberikan “nyawa” baru untuk pembangunan dalam negeri untuk dapat mencapai Nawacita pembangunan yang ingin dicapai pemerintah demi mewujudkan sila kelima Pancasila. Serta lean construction menjadi bukti sebagai penyelamat kegagalan industri konstruksi di Indonesia. Bagaimana, tertarik untuk segera move on ke sistem yang lebih baik?

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LinkedIn
LinkedIn
Share
WhatsApp